Dwi Naga Rasa Tunggal (1682 jawa, berdirinya Kraton Yogyakarta, bisa
dilihat di atas renteng kelir baturana kagungan dalem regol Kemagangan dan gerbang Gadhung Mlathi berupa dua ekor naga dengan ekor saling melilit).
Sengkalan mempunyai dua jenis, yaitu Sengkalan Memet dan Sengkalan Lamba. Sengkalan
Memet adalah jenis sengkalan yang berupa gambar, ornamen, atau ukiran.
Secara umum berupa benda dua dimensi atau tiga dimensi. Sementara Sengkalan Lamba merupakan sengkalan yang
berupa kata-kata atau kalimat.
Selain itu sistem penanggalan orang jawa yang
menggunakan perhitungan waktu berdasarkan matahari (tahun saka dan tahun
masehi), biasanya disebut Suryasengkala
dan bulan (tahun hijriyah dan tahun jawa), yang disebut Candrasengkala. Karena sengkalan ini digunakan untuk menuliskan
tahun terjadinya sebuah peristiwa, maka sengkalan menggunakan kata-kata dan
objek visual untuk menggantikan angka-angka dari 0-9.
Untuk menuliskan sebuah sengkalan, syarat yang
harus dipenuhi adalah kata-kata atau gambar harus mempunyai watak wilangan
(sifat bilangan). Secara terperinci, bisa dilihat di bawah ini (Sri Suwito,
Yuwono, Sengkalan dan Logika Pemikiran Orang Jawa – Jurnal Kejawen: UNY –
Yogyakarta 2011):
Watak satu :
benda benda yang jumlahnya hanya satu, benda-benda berbentuk bulat, atau manusia.
Watak dua :
benda yang jumlahnya dua (tangan, telinga, dll)
Watak tiga :
api, atau benda yang mengandung api
Watak empat :
air, dan kata-kata yang mengandung arti gawe (membuat)
Watak lima :
raksasa, panah, angin
Watak
enam :
rasa/perasaan, kata-kata yang mengandung arti obah (bergerak), kayu,
binatang berkaki enam (serangga)
Watak tujuh :
pendeta, gunung, kuda, dan kendaraan
Watak delapan :
brahmana, gajah, dan binatang melata (reptil)
Watak sembilan :
dewa dan benda-benda berlobang
Watak nol :
kata-kata yang mengandung arti tidak ada, langit, angkasa, dan kata-kata yang mempunyai arti tinggi.
Sumber: Nglengkong.blogspot.com
No comments:
Post a Comment